x
Dikirim oleh adminturi pada 22 March 2022

SEJARAH KELURAHAN TURI

KECAMATAN SUKOREJO KOTA BLITAR

PETA DESA KARANGSARI, TOERI DAN SEKITARNYA TAHUN 1892

 

 

 

SEJARAH KELURAHAN TURI

 

Menurut penuturan para sesepuh tentang asal usulnama Kelurahan Turi adalah dari sebuah petuah Se-jatine Nu-turi yang diberikan oleh Singo Manggolo dan menjadi nama 2 dukuh diwilayah Turi, yaitu Dukuh Jati dan Dukuh Turi. Singo Manggolo adalah salah satu senopati Pangeran Diponegoro yang diutus untuk mengembangkan wilayah pertahanan di masa pemberontakan Pangeran Diponegoro seiring dengan penjajahan Belanda di Nusantara yang dimulai tahun 1596. Pada masa pemberontakan Pangeran Diponegoro ditahun 1825 – 1830daerah – daerah pertahanan Diponegoro dalam perang gerilya meliputi Kalisoko, Selarong, Dekso, Semarang, Madiun, Kertosono dan daerah sekitarnya. Di Blitar, Singo Manggolo pada akhirnya menetap dan tinggal.

Dalam melaksanaan tugas dan misi yang diembannya dari Pangeran Diponegoro Singo Manggolo berbaur dengan masyarakat dan mengabdikan dirinya untuk kemajuan kehidupan masyarakat disisi lain Singo Manggolo juga membangun kekuatan perlawanan kepada Belanda dengan mengajak penduduk dan memberikan petuah - petuah untuk mengobarkan semangat agar berani berkorban, membela dan mempertahankan Bumi Pertiwi dari Penjajahan Belanda yang pada saat itu semakin meluas dan merugikan penduduk pribumi.

Pada suatu waktu penduduk Dukuh Jati dihebohkan oleh badai besar yang datang dari arah barat,pada saat itu adalah musim kemarau. Bersamaan dengan badai tersebut terjadi suatu keanehan, badai besar tersebut sirnadan lenyap di suatu titik yang terdapat pohon besar ditempat tersebut dan setelah badai tersebut sirna ditempat itu ditemukan 2 ( dua ) makam berdampingan (suami istri) yang kemudian pesarean itu dinamakan “PESAREAN KI AGENG BARAT KETIGO”. Sesuai dengan cerita yang diceritakan secara turun temurun oleh para sesepuh di wilayah Dukuh Jati dan Dukuh Turi, Eyang Barat Ketigo adalah orang yang babat alas wilayah Kelurahan Turi.

Tidak diketahui secara pasti kapan meninggalnya Ki Ageng Barat Ketigo namun kejadian tersebut membuat Singo Manggolo mencari informasi tentang siapakah Eyang Barat Ketigo dan ajaran – ajaran yang telah diberikan beliau kepada penduduk Dukuh Jati dan Turi. Sesuai dengan cerita yang beredar diperkirakan kedatangan Eyang Barat Ketigo sekira Era Kerajaan Kadiri. Eyang Barat Ketigo yang memiliki gelar “Ki Ageng” adalah merupakan seorang empu. Ki Ageng Barat Ketigo mendirikan sebuah padepokan dipedukuhan Jati untuk mengajarkan ilmu – ilmu kehidupan. Dalam perkembangan penduduk diwilayah Jati, keseharian beliau mengajarkan ilmu kehidupan dan kebaikan kepada warga. Tidak hanya sekedar ilmu yang menjadikan budi pekerti yang luhur, beliau juga mengajarkan ilmu bercocok tanam kepada warga. Sehingga pada saat itu wilayah Jati dan Turi memiliki daerah dan hasil pertanian yang baik dan perkembangan peradaban yang pesat.

Berbekal dari ilmu dan pengetahuan yang dipelajarinya dari sesepuh yang pernah belajar dan mendapatkan ilmu dari Ki Ageng Barat Ketigo, Singo Manggolo menerapkan semua ilmu yang dipelajarinya untuk mengelola dukuh Jati dan Dukuh Turi. Pertanian dan Pemerintahan yang diperhatikannya menjadikan wilayah dukuh Jati dan Turi semakin maju. Selain mengemban misi untuk mempertahankan Nusantara dan melawan penjajah, Singo Manggolo juga mengembangkan potensi di wilayah Dukuh Jati dan Turi sehingga pada saat itu oleh Belanda Dukuh Jati dan Turi mendapatkan prioritas pembangunan dan pengembangan. Namun karena didalam jiwa dan hati nurani penduduk telah tertanam petuah untuk memerangi penjajah dan mempertahankan Bumi Pertiwi maka rencana Belanda pada saat itu tidak dapat dijalankan. Terbukti dengan peninggalan masa penjajahan Belanda yang hampir tidak ada di wilayah Kelurahan Turi.

Sesuai misi kedatangannyadan dengan kesabarannya Singo Manggolo memberikan petuah kepada penduduk Dukuh Jati dan sekitarnya dengan maksud yang sebenarnya (se-jati-ne) memberikan petuah/pitutur (nu-turi) untuk rakyat dan untuk membangkitkan semangat gotong royong, tidak mudah dihasut, saiyeg saeko proyo mempertahankan bumi pertiwi dari penjajahan Belanda.Perang Diponegoro pun akhirnya meluas dan mendapatkan dukungan dari Rakyat. Penjajahan di Blitar berlangsung dalam suasana serba menyedihkan karena memakan banyak korban, baik nyawa maupun harta dan akhirnya rakyat Blitar pun kemudian bersatu padu dan bahu membahu melakukan berbagai bentuk perlawanan kepada Belanda.

Sesuai mitos yang berkembang dimasyarakat, Kelurahan Turi dijaga oleh seekor Harimau Putih ( Simo Mito ). Konon Harimau Putih tersebut adalah hewan peliharaan Ki Ageng Barat Ketigo. Menurut cerita para sesepuh Ki Ageng Barat Ketigo memiliki 2 ekor hewan peliharaan, yaitu Harimau Putih ( Simo Mito ) dan Anjing Putih ( Segawon Seto ). Hewan - hewan tersebut memiliki ukuran diluar hewan biasanya. Hingga saat ini warga percaya bahwa Harimau Putih tersebut dapat menghindarkan Kelurahan Turi dari mara bahaya dan bencana. Salah satu bukti kepercayaan dari warga dan masyarakat bahwa Harimau Putih itu masih ada dan menjaga Kelurahan Turi adalah pada saat terjadi letusan Gunung Kelud, Blitar yang terdampak abu vulkanik sangat parah dan letak geografis Kelurahan Turi yang berdekatan dengan sungai aliran lahar pada saat itu tidak mendapatkan dampak yang cukup berarti. Dari cerita Harimau Putih ( Simo Mito ) tersebut maka sesepuh Kelurahan Turi menyepakati Panji Kelurahan Turi dilambangkan dengan seekor macan putih. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk apresiasi dan rasa terima kasih warga Kelurahan Turi kepada Harimau Putih ( Simo mito ) yang menjaga wilayahnya.

Masih simpang siur batas wilayah pedukuhan antara Jati dan Turi hingga pada Tahun 1928 kedua dukuh tersebut dilebur dan dijadikan satu wilayah pemerintahan oleh Belanda yaitu Desa Turi dan menjadi bagian dari Gemeente Blitar berdasarkan Staadsblad Van Nederlandsche Indie Nomor 447 tahun 1928 tentang Penetapan  kembali Ibu Kota Residensi Blitar menjadi Gemeente Blitar dengan J.H Boerstra selaku Burgemeesternya juga merangkap sebagai Asisten Residen Kediri di Blitar.  Saat itu luas wilayah Kota Blitar dikembangkan menjadi 16,1 Kilometer persegi meliputi 12 Desa yaitu Kepanjen Lor, Kepanjen Kidul, Kauman, Bendo, Sentul, Plosokerep, Karang Tengah, Sananwetan, Bendogerit, Karangsari, Sukorejo, Turi.

Kemudian pada perkembangannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 05 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa / Kelurahan , maka pada tahun 1981 status desa  Turi berubah  menjadi Kelurahan Turi . Kemudian berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Status Kelurahan Turi Menjadi SKPD Kelurahan Turi dan kemudian berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah maka Status Kelurahan Turi berubah bukan lagi SKPD tetapi Kelurahan Turi menjadi bagian dari OPD Kecamatan Sukorejo.

 

 

 

 

 

 

 

 

Adapun Kepala Desa / Lurah yang pernah menjabat hingga sekarang adalah sebagai berikut :

No

Nama Pejabat

Menjabat

Lamanya

(Tahun)

Dari Tahun

s/d Tahun

1.

KARMIN

1921

1939

18

2.

SUWIRYO

1939

1965

26

3.

SUMARTO SIIS

1965

1966

1

4.

KARDI

1966

1967

1

5.

KATEMAN

1967

1972

5

6.

SUMARSONO

1972

1974

2

7.

MOEDJANI

1974

1988

14

8.

SUPRAYITNO

1988

1996

8

9.

MULYADI

1996

1998

1

10.

SUHARNO

1998

1999

1

11.

ROBIQ YUNIANTO

1999

2001

2

12.

PARMINTO

2001

2002

1

13.

SLAMET RIYANTO

2002

2006

4

14.

DJOKO WIRYONO

2006

2007

1

15.

SUKIR

2007

2009

2

16.

WIWIK SRI WIDAYATI, SE

2009

2017

8

17.

BAMBANG IRAWAN, S.E

2018

2021

3

18.

AGUS RESYONO

2021

Sekarang